Rabu

Soe Hok Gie Antara Cinta, Hidup dan Mati Demi Indonesia


Soe Hok Gie (lahir di Djakarta, 17 Desember 1942 – meninggal di Gunung Semeru, 16 Desember 1969 pada umur 26 tahun) adalah salah seorang aktivis Indonesia dan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sejarah tahun 1962–1969. Ia adalah seorang anak muda yang berpendirian yang teguh dalam memegang prinsipnya dan rajin mendokumentasikan perjalanan hidupnya dalam buku harian. Buku hariannya kemudian diterbitkan dengan judul Catatan Seorang Demonstran (1983).

Soe Hok Gie adalah anak keempat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan. Dia adik kandung Arief Budiman atau Soe Hok Djin, dosen Universitas Kristen Satya Wacana yang juga dikenal vokal dan sekarang berdomisili di Australia. Hok Gie dikenal sebagai penulis produktif di beberapa media massa, misalnya Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Sekitar 35 karya artikelnya (kira-kira sepertiga dari seluruh karyanya) selama rentang waktu tiga tahun Orde Baru, sudah dibukukan dan diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan (Bentang, 1995).

Dalam perjalanan hidupnya yang singkat, sosok Soe Hok Gie merupakan suri tauladan yang baik, meskipun dia adalah warga keturunan etnis Tionghoa namun jiwa nasionalismenya dan rasa cinta terhadap tanah air sangatlah besar. dalam salah satu penggalan kalimat bijaknya Gie berkata "lebih baik mati muda daripada hidup dalam kemunafikan" dari kalimat ini sangat jelas menggambarkan bagaimana idealisme Gie yang prihatin dengan kondisi bangsa indonesia pada waktu itu dimana para elit bangsa saling sikut demi sebuah kekuasaaan yang fana. 








0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger